Assalamu'alaikum
Setiap jiwa punyai fitrah sebagai bekal baginya untuk mencari kebenaran. Fitrah itu adalah suatu perasaan yang rindukan kebenaran. Fitrah itu adalah keinginan yang mendalam pada kehidupan yang hanif. Fitrah itu adalah Islam yakni rasa penyerahan diri pada Dzat yang Maha Kuasa, Allah S.W.T.
Fitrah sukakan kebaikan, kebahagiaan dan keinginan untuk hidup dalam ajaran yang hanif, lurus, tidak ada penyelewengan, bersih dengan tauhid dan tidak dikotori dengan debu syirik. Tanpa semua itu, jiwa tidak akan tenang dan sentiasa tercari-cari makna kebenaran dan kebahagiaan yang hakiki.
Fitrah yang belum disinari nur Al-Quran dan Sunnah maka ia masih dalam kegelapan, ia masih belum boleh melihat, ia masih dalam lembah kejahilan. Walau fitrah sentiasa dambakan kebenaran, lazim untuk kita memilih jalan nafsu daripada bersusah untuknya. Menyebabkan fitrah terbenam jauh di sudut hati, lemah dalam mengungkapkan keinginannya. Kita sering mengambil jalan mudah tanpa berfikir panjang akan kesannya terhadap jiwa. Lantaran itu, kita melalaikan ibadah, melupakan jihad dan menyenangi maksiat. Rasa bersalah yang terkadang wujud dalam jiwa terabai kerana penguasaan nafsu ke atas kita. Lantas menjadikan kita seorang yang buta dan tuli dalam menerima hakikat kebenaran.
Jiwa kita tenang dengan ibadah dan zikrullah, mengapa kita bermalas?
Jiwa kita membenci maksiat dan keseronokan dosa, mengapa kita abaikan?
Jiwa kita menyenangi kebahagiaan dari tautan ukhuwah, mengapa kita bersikap sombong? Jiwa kita bersemangat untuk jihad, mengapa kita lemahkan?
Persoalan itu yang sering ana tanyakan pada diri sendiri yang masih mempunyai jiwa yang berkecamuk antara keinginan fitrah pada syariat dengan hawa nafsu yang merosakkan. Berperang dengan rasa jiwa yang damai dengan ikhlas kebaikan dengan jiwa yang gelisah oleh bisikan syaitan. Semoga Allah terus mengekalkan ana dan kita semua untuk terus teguh berada atas landasan Nya, Al Quran dan Sunnah.
Kita sering memandang perlakuan seseorang dengan sangkaan yang buruk padahal kita tidak mengetahui langsung keadaan jiwanya. Sehinggakan kita leka dalam menilai keburukan diri sendiri yang ternyata banyak kekurangan. Kita menasihati dengan menurut rasa prasangka bukannya secara hikmah yang menyentuh lembut relung hatinya.
Bagi ana, kalaulah dicari intisari yang terkuat dari segala kekuatan..jawabnya adalah sabar. Dengan kesabaran, kita melihat sesuatu secara hikmah. Dengan kesabaran, kita meneroka kebahagiaan dalam kesusahan. Dengan kesabaran, kita berusaha wujudkan situasi yang lebih baik. Semua dengan izin Nya.
Bentuklah jiwa yang hanif, iaitu jiwa yang cenderung kepada Nya, melihat kepada kebaikan dan bersangka baik...jiwa yang lurus dan bersih.
Dan hanya kepada Allah, segalanya dikembalikan.
-----------------------------------------
Salam..
Ibu ku telah dimasukkan ke wad dan ditahan selama dua hari sudah..sama-sama kita doakan kesihatannya.
Setiap jiwa punyai fitrah sebagai bekal baginya untuk mencari kebenaran. Fitrah itu adalah suatu perasaan yang rindukan kebenaran. Fitrah itu adalah keinginan yang mendalam pada kehidupan yang hanif. Fitrah itu adalah Islam yakni rasa penyerahan diri pada Dzat yang Maha Kuasa, Allah S.W.T.
Fitrah sukakan kebaikan, kebahagiaan dan keinginan untuk hidup dalam ajaran yang hanif, lurus, tidak ada penyelewengan, bersih dengan tauhid dan tidak dikotori dengan debu syirik. Tanpa semua itu, jiwa tidak akan tenang dan sentiasa tercari-cari makna kebenaran dan kebahagiaan yang hakiki.
Fitrah yang belum disinari nur Al-Quran dan Sunnah maka ia masih dalam kegelapan, ia masih belum boleh melihat, ia masih dalam lembah kejahilan. Walau fitrah sentiasa dambakan kebenaran, lazim untuk kita memilih jalan nafsu daripada bersusah untuknya. Menyebabkan fitrah terbenam jauh di sudut hati, lemah dalam mengungkapkan keinginannya. Kita sering mengambil jalan mudah tanpa berfikir panjang akan kesannya terhadap jiwa. Lantaran itu, kita melalaikan ibadah, melupakan jihad dan menyenangi maksiat. Rasa bersalah yang terkadang wujud dalam jiwa terabai kerana penguasaan nafsu ke atas kita. Lantas menjadikan kita seorang yang buta dan tuli dalam menerima hakikat kebenaran.
Jiwa kita tenang dengan ibadah dan zikrullah, mengapa kita bermalas?
Jiwa kita membenci maksiat dan keseronokan dosa, mengapa kita abaikan?
Jiwa kita menyenangi kebahagiaan dari tautan ukhuwah, mengapa kita bersikap sombong? Jiwa kita bersemangat untuk jihad, mengapa kita lemahkan?
Persoalan itu yang sering ana tanyakan pada diri sendiri yang masih mempunyai jiwa yang berkecamuk antara keinginan fitrah pada syariat dengan hawa nafsu yang merosakkan. Berperang dengan rasa jiwa yang damai dengan ikhlas kebaikan dengan jiwa yang gelisah oleh bisikan syaitan. Semoga Allah terus mengekalkan ana dan kita semua untuk terus teguh berada atas landasan Nya, Al Quran dan Sunnah.
Kita sering memandang perlakuan seseorang dengan sangkaan yang buruk padahal kita tidak mengetahui langsung keadaan jiwanya. Sehinggakan kita leka dalam menilai keburukan diri sendiri yang ternyata banyak kekurangan. Kita menasihati dengan menurut rasa prasangka bukannya secara hikmah yang menyentuh lembut relung hatinya.
Bagi ana, kalaulah dicari intisari yang terkuat dari segala kekuatan..jawabnya adalah sabar. Dengan kesabaran, kita melihat sesuatu secara hikmah. Dengan kesabaran, kita meneroka kebahagiaan dalam kesusahan. Dengan kesabaran, kita berusaha wujudkan situasi yang lebih baik. Semua dengan izin Nya.
Bentuklah jiwa yang hanif, iaitu jiwa yang cenderung kepada Nya, melihat kepada kebaikan dan bersangka baik...jiwa yang lurus dan bersih.
Dan hanya kepada Allah, segalanya dikembalikan.
-----------------------------------------
Salam..
Ibu ku telah dimasukkan ke wad dan ditahan selama dua hari sudah..sama-sama kita doakan kesihatannya.
0 comments:
Post a Comment